Monday, September 7, 2015

Polusi Cahaya


"Sebagian besar masyarakat mengerti dan memiliki pemahaman tentang polusi air, tanah, dan udara serta tindakan preventif untuk menanggulanginya. Berbeda halnya dengan polusi cahaya, hanya sedikit masyarakat yang memahami atau bahkan untuk sekadar menyadari hal tersebut." 


Sejak bohlam-bohlam ciptaan Thomas Alfa Edison menerangi jalanan New York untuk pertama kalinya pada 1879, era modern dari cahaya yang bersumber dari energi listrik pun dimulai. Kegelapan perlahan tersingkirkan dan aktivitas manusia menjadi lebih panjang dari sebelumnya. Geliat kota-kota di seluruh dunia kini sangat bergantung pada lampu-lampu yang menyingkirkan gelap malam. Namun, tidak hanya kegelapan yang tersingkirkan, bintang-bintang di langit pun gagal bersaing dengan warna-warni neon pada reklame dan lampu-lampu di jalan. 

Nyaris 99% langit dunia ini sudah terpolusi oleh cahaya artifisial. Tingkat polusinya berbeda-beda. Beberapa lokasi yang cukup jauh dari kota mungkin masih memungkinkan manusia untuk mencoba menikmati keindahan bintang-bintang yang berasal dari galaksi-galaksi nun jauh di sana. Tapi keindahan itu masih jauh dari kata sebanding dengan keindahan langit yang dinikmati leluhur sebelum kemajuan teknologi mendandani rumah-rumah manusia dengan cahaya yang terang di sana-sini.

Apa sih yang menyebabkan polusi cahaya? Menurut Klinkenborg [2], polusi cahaya adalah efek dari desain dan tata cahaya yang buruk. Cahaya lampu memendarkan cahaya tidak hanya ke bawah, tapi juga ke atas (yang sebetulnya tidak perlu). Terlalu banyaknya sumber cahaya yang memendarkan cahaya ke langit membuat terjadinya penerangan yang tidak perlu dan boros energi. Diperkirakan sekitar 30% dari total cahaya dipendarkan ke langit. Jika Anda tahu besar daya dari lampu yang dipakai, maka Anda dapat menghitung sendiri pengeluaran yang sia-sia akibat desain bohlam yang salah ini.  

Jika Anda berpikir bahwa hanya masalah estetis dan ekonomi saja yang terusik akibat adanya polusi cahaya ini, Anda salah. Kesehatan tanaman, binatang-binatang (terutama binatang nokturnal), dan manusia telah diketahui memiliki korelasi penting dengan melonjaknya intensitas cahaya di muka bumi[1]. Sifat alami makhluk hidup untuk menyesuaikan diri dengan pola-pola tertentu yang terjadi di lingkungan sekitarnya bukan terjadi tanpa efek. Ada hal-hal yang harus dibayar oleh makhluk-makhluk hidup tersebut akibat adanya perubahan keadaan lingkungan karena terpapar terlalu banyak foton di malam hari. Contoh yang paling mudah diamati adalah adanya pergeseran ritme sirkadian/jam biologis makhluk hidup.          


Setiap masalah selalu punya solusi. Hal ini pun berlaku pada permasalahan polusi cahaya ini. Yang paling mudah untuk dilakukan tentu memulai mengurangi polusi cahaya dari rumah sendiri. Jika intensitas cahaya di tiap-tiap rumah sudah mulai berkurang, maka dapat pula memakai lampu yang efisien penggunaan energinya untuk lampu rumah sehingga cahaya tidak terpendar segala arah, melainkan hanya ke area yang ingin diterangi saja. Langkah selanjutnya menyadarkan masyarakat atas bahaya polusi cahaya dan membuat petisi agar pemerintah peduli pada permasalahan ini.   

 (Sigit Jaya Herlambang)  

Sumber: [1]http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2627884/; [2] Klinkenborg, Verlyn. "Our Vanishing Night." National Geographic 214.5 (2008): 102. MAS Ultra - School Edition. Web 

No comments:

Post a Comment