"Jika sebuah gambar bermakna seribu kata, maka gambar tiga dimensi bermakna seribu lima ratus kata."
Kira-kira tahun 1995, di toko-toko buku mulai dijual buku tulis dengan gambar abstrak yang disebut-sebut dapat memunculkan bentuk 3D bila dilihat dengan trik tertentu. Ada kesan mendalam bagi yang berhasil melihat bentuk-bentuk bangun ruang dari gambar yang dikenal dengan sebutan stereogram itu dan bahkan membawa rasa penasaran tentang mengapa dan bagaimana otak dapat melakukan kesalahan dalam menginterpretasi bentuk 3D dari gambar dua dimensi (2D) hingga saat ini. Untuk membantu mengurangi rasa penasaran tersebut coba baca artikel berikut ini lebih lanjut.
Stereogram sebenarnya sudah mulai dicoba-kembangkan oleh seniman jenius abad ke-16 Leonardo DaVinci. Namun, konsep tersebut baru berhasil dipahami secara saintifik dan diproduksi dengan baik oleh salah seorang saintis era Victoria, Charles Wheatstone, yang juga terkenal dengan jembatan Wheatstone-nya. Wheatstone mengembangkan alat yang disebut stereoskop untuk melihat dua buah gambar yang diletakkan bersebelahan dengan fokus tertentu sehingga otak seakan memiliki dua buah perspektif dan menciptakan ilusi gambar 3D dari dua buah gambar 2D. Ada berbagai macam cara yang dapat dilakukan untuk membuat alat stereoskop. Salah satunya adalah dengan menggunakan empat buah cermin datar seperti pada gambar berikut (klik gambar untuk menuju penjelasan berbagai jenis stereoskop).
Berangkat dari ide bahwa gambar dua dimensi dapat menipu persepsi manusia sehingga mampu menciptakan bentuk tiga dimensi, dibuatlah teknik manipulasi persepsi visual yang relatif lebih canggih. Salah satunya adalah stereogram teknik random dot. Dalam bukunya Dialogues on Perception, Bela Julesz (yang mengembangkan teknik random dot), membahas secara lengkap mengenai kesalahan optik yang diproses oleh otak secara mendetail. Bela memanfaatkan sejumlah kesalahan otak dalam menginterpretasi kedalaman objek untuk membuat bentuk 3D.
Gambar ini diambil dari buku Dialogue of Perception karangan Bela Julesz halaman 19 dan telah ditransliterasi. |
Dengan apik Julesz berhasil menjelaskan bagaimana kesalahan interpretasi otak dapat menghasilkan perbedaan ketinggian suatu titik pada objek/gambar. Prinsipnya tetap diambil dari dasar konsep yang dijelaskan Wheatstone, namun dengan sejumlah modifikasi memanfaatkan kemajuan gambar digital. Dengan bantuan komputer, Bela mengubah beberapa titik pada gambar (disebut pergeseran lateral) dan meletakkan gambar tersebut bersebelahan dengan gambar yang serupa berulang-ulang sehingga stereogram akan memperlihatkan gambar 3D apabila
fokus mata ditempatkan di depan
(konvergen) atau di belakang (divergen).
Teknik yang dirancang Bela Julesz kemudian dikembangkan lagi oleh murid-muridnya dengan menggunakan gambar biasa (bukan terdiri dari titik-titik random saja). Dengan menggunakan jumlah gambar yang lebih banyak yang diletakkan bersebelahan secara horizontal, maka akan didapatkan bentuk 3D yang lebih variatif. Teknik yang dikenal dengan sebutan autostereogram ini tentu saja lebih menarik karena turut memainkan unsur warna di dalamnya sehingga dengan kreasi yang tepat akan menghasilkan bentuk 3D yang lebih fantastis. Autostereogram kreasi murid-murid Bela inilah yang pada tahun 1995 cukup populer dan mendominasi jejeran buku tulis anak dan remaja.
Sumber: Dialog on Perception karangan Bela Julesz (buku); Displaying 3D Images: Algorithms for Single Image Random Dot Stereograms (teks dapat diunduh di swan.ac.uk); artikel Making Single Image Random Dot Stereograms, http://pages.cs.wisc.edu/~glesener/stereograms.html (web); artikel Random Dot Stereograms http://www.ied.edu.hk/has/vrdemo/rds/ (web); http://infohost.nmt.edu/~armiller/stereo.htm (web);
No comments:
Post a Comment